GELIATEKONOMI, BEKASI KOTA — KEMISKINAN kota merupakan masalah kompleks yang membutuhkan solusi dari semua pihak. Termasuk Pemerintah, Masyarakat dan berbagai Sektor lainnya.
Hal inilah yang menjadi perhatian Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan selama lebih dari 30 tahun. Lembaga Nirlaba yang didirikan sejak tahun 1995 ini, selama bertahun-tahun membuka Warung Kopi dan Mie Instan Gratis.
“Membantu musafir; orang yang tengah dalam perjalan, supir angkot, supir taksi, ojek online dan pejalan lainnya. Termasuk pemulung, kuli bangunan, tukang angkut sampah, dan orang-orang lapar,” terang Eddie Karsito, Pendiri Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan.
Seniman dan Penggiat Budaya ini, ditemui saat melayani Pemulung Sarapan di Warung Kopi dan Mie Instan Gratis, di Perumahan Kranggan Permai Jatisampurna, Kota Bekasi, Jum’at, (12/09/2025).
Bukan Ceramah Melainkan Tindakan
Respons terhadap penderitaan orang lain, kata Eddie Karsito, seharusnya bukan berupa Ceramah, melainkan Tindakan.
Sering ketika orang dalam keadaan lapar diberi nasihat agar bersabar. Kadang nasihat itu bukan dari sesama orang lapar, tapi dari mereka yang tidak merasakan lapar.
“Orang lapar bukan cuma diceramahi. Disuruh ikhlas, disuruh sabar. Mereka wajib ditolong diberi bantuan. Ini tuntutan moral yang tak bisa ditolak. Kita tidak hanya dihadapkan pada rasa iba, tapi pada tanggung jawab untuk bertindak,” tegas Eddie Karsito.
Sejak didirikan, Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan membina ratusan Pemulung. Sebagian diantaranya adalah janda-janda lanjut usia, ada yang usianya mencapai 97 tahun.
Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan juga menyantuni kaum Dhua’fa, Fakir Miskin dan puluhan Anak Yatim dan Dhua’fa Non-Panti. Mengurus anak-anak Pemulung dapat melanjutkan sekolah, serta memenuhi kebutuhan sepatu, seragam dan peralatan sekolah mereka.
Pantang “Meminta-minta” Sumbangan
Berbeda dengan lembaga sosial kebanyakan, pengurus Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan sepakat tidak “meminta-minta” bantuan dari pihak manapun, termasuk ke Pemerintah.
Sedekah yang disalurkan bukan dari usaha kolektif meminta sana-sini melalui penyebaran proposal dan bentuk lainnya. Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan tidak punya Donatur Tetap.
“Apa yang kami bagikan merupakan bantuan internal, dari para Pengurus Yayasan dan Anggota Sanggar Humaniora. Sedekah dari pihak lain ada, tapi sifatnya bukan kami minta. Melainkan sumbangan dari Dermawan atas kepeduliaan mereka yang ingin berbagi,” tegas Eddie.
Belakangan, kata Eddie, menjamur institusi atas nama lembaga agama muncul mencari sumbangan berdalih membantu korban bencana, memberi makan anak yatim dan fakir miskin.
Bahkan secara masif mereka kerap beriklan di Media Sosial dengan menyebarkan berbagai Nomor Rekening dari sejumlah bank.
“Tak jarang Agama sekedar “Packaging and Labeling” Sekedar papan nama. Tak menyentuh ke akar masalah,” tegas Pekerja Sosial yang juga seorang Wartawan ini.
Budaya dan Ekspresi Kemanusiaan
Yayasan Humaniora Rumah Kemanusiaan menciptakan simbiosis mutualisme antara kebajikan sosial dan kegiatan budaya. Upaya kesejahteraan sosial yang disinerjikan dengan kegiatan Budaya; aktivitas yang terkait dengan Seni, Tradisi,l dan Ekspresi kemanusiaan lainnya.
“Kebajikan sosial dan kegiatan Seni Budaya saling berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup dan kohesi sosial. Mudah-mudahan menciptakan siklus positif bagi masyarakat,” tutur Eddie Karsito menutup perbincangannya. (Sip).